Rabu, 27 Maret 2013


SEX EDUCATION 


MUNGKIN Anda termasuk orangtua yang pernah diajukan pertanyaan, "Bunda, dari mana aku berasal?", atau "Kok dada bunda besar?". Jika ya, jangan takut menjelaskannya! Sebab dari usia dini, sejak komunikasi Anda dengan buah hati berjalan dua arah, baiknya Anda telah memberikan pendidikan seks pada anak.

Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Alasan tabu harus disingkirkan jauh-jauh. Tapi, mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar mereka tidak salah mendapatkan informasi.
"Pola asuh di Indonesia itu tidak ada pendidikan seks. Padahal, pendidikan seks untuk anak itu sangat penting. Kalau remaja melihat film seks, karena minimnya pendidikan seks waktu kecil. Karena di usianya yang belum cukup, mestinya dia tidak melihat tontonan tersebut. Namun ada gejolak yang meledak-ledak. Kalau tidak terkendali itu akan jadi hal-hal negatif, seperti pemerkosaan, seks pranikah, ini karena minimnya pendidikan seks sejak kecil," kata psikolog anak Sani B Hermawan Psi, saat seminar "Orangtua Gali Potensi Anak pada Golden Age" di UpperRoom, Annex Building, Jakarta Pusat, Kamis (22/7/2010).
Dengan mengajarkan pendidikan seks sedini mungkin, menghindarkan anak dari risiko negatif perilaku seksual. Karena dengan sendirinya, anak akan tahu mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya jika dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan mental seseorang.
Dengan adanya arus yang tak terbendung membawa pengaruh positif dan negatif bagi buah hati. Adanya kasus pelecehan atau kekerasan atau manipulasi seks pada anak juga kian meningkat, sehingga hubungan seks pranikah atau manipulasi seks pada anak pun semakin meningkat. Bahkan, banyaknya kasus aborsi di kalangan remaja menjadi salah satu masalah yang kian kompleks di masa seperti ini.
Tak hanya itu saja, meningkatnya penderita HIV dan penyakit menular seksual lainnya juga terus membuat orangtua harus semakin aware dengan pendidikan seks.
"Educated people tidak menjamin moralnya educated. Ini karena minimnya dialog pendidikan seks pada anak. Nah, untuk mengetahui pendidikan seks pada anak, orangtua bisa melihat dari majalah atau media yang membahas pertanyaan-pertanyaan ini secara gamblang," imbuh wanita berpenutup kepala itu.
Lebih lanjut, Sani memaparkan, pendidikan seks bukan memberikan pengetahuan untuk berhubungan seksual. Pendidikan ini bisa diberikan dimulai sejak anak dapat berdialog dua arah dengan orangtuanya. "Jadi sekitar usia 2-3 tahun sudah bisa," saran Sani.
Pendidikan seks tidak hanya terbatas pada pemahaman organ seksual serta fungsinya saja. Pendidikan seks didefinisikan sebagai pemahaman mengenai anatomi tubuh agar dapat dilanjutkan pada reproduksi seksual dan peran yang harus dijalankan.
"Pendidikan seks diberikan sebagai upaya pengajaran, penyadaran, dan pemberian informasi tentang masalah seksual dengan menanamkan moral, etika, komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan. Pendidikan seks juga merupakan cikal bakal pendidikan berkeluarga," tandasnya.
Pendidikan seks, ujar Sani, bisa dilakukan dengan cara yang sederhana. Yaitu dengan memberikan pengetahuan yang sebenar-benarnya mengenai organ intim manusia. 
"Di usia preschool, orangtua bisa kasih tahu mengenai fungsi vagina dan penis. Yaitu untuk mengeluarkan cairan pembuangan berupa urine," tuturnya.
Lalu, saat anak Sekolah Dasar, Anda dapat mengajarkan bagaimana cara membersihkannya. "Anda juga harus kasih tahu dampaknya yang akan terjadi kalau anak tidak membersihkan area genitalnya," kata Sani.
Sani menuturkan, di usia remaja, pengetahuan seks amat penting diberikan pada anak. "Usia ini masa-masa mengalami pubertas. Jadi aspek psikologisnya harus dikasih tahu, jangan learning by doing," imbuhnya.
Pendidikan seks pun tetap akan berlanjut sampai anak pranikah. Orangtua, saran Sani, dapat memberikan pengetahuan mengenai bagaimana menjalani seks yang aman dan sehat.


SEPERTI halnya pendidikan seks di rumah yang menjadi tanggung jawab orangtua, pendidikan seks di sekolah yang menjadi tanggung jawab para guru juga  sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi kalau kita tidak ingin menyaksikan akibat lebih buruk lagi. Membiarkan situasi seperti sekarang yang berkaitan dengan seksualitas, sama saja dengan membiarkan bangsa ini menjadi semakin tidak berkualitas.

Pendidikan seks di sekolah memerlukan pedoman atau kurikulum dan harus diberikan oleh guru yang telah dipersiapkan. Hal penting yang perlu diketahui, menurut Prof. Wimpie, ialah bahwa pendidikan seks bukanlah pendidikan biologi, bukan juga pendidikan agama atau budi pekerti.
Pedoman atau kurikulum pendidikan seks dapat disusun berdasarkan kurikulum standar yang telah diterapkan di beberapa negara maju, dengan modifikasi berdasarkan pengalaman profesional menghadapi kenyataan yang ada di masyarakat, yang tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sosiokultur.
Modifikasi inilah yang justru melengkapi kurikulum, sehingga dapat menjawab berbagai masalah seksual yang ada di masyarakat. Pendidikan seks dapat diberikan dalam bentuk pelajaran, bahan bacaan, diskusi kelompok, konseling pribadi, maupun pertemuan dengan anak dan orangtua.
Guru yang diharapkan dapat memberikan pendidikan seks di sekolah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


  1. Memiliki kepribadian yang matang.
  1. Memiliki cukup pengetahuan tentang seksualitas, khususnya yang berkaitan dengan materi pendidikan seks.
  1. Tidak menyampaikan informasi tentang seks yang tidak ilmiah, seperti yang didasarkan kepada mitos, perasaan, anggapan pribadi, atau pengalaman pribadi.
  1. Tidak mengalami hambatan sosiokultur ketika harus berbicara tentang seksualitas.
  1. Dapat berkomunikasi dengan baik tanpa menimbulkan kesan seksualitas adalah sesuatu yang tidak layak dibicarakan, apalagi dianggap cabul.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar