SEX EDUCATION
MUNGKIN Anda termasuk orangtua yang pernah
diajukan pertanyaan, "Bunda, dari mana aku berasal?", atau "Kok
dada bunda besar?". Jika ya, jangan takut menjelaskannya! Sebab dari usia
dini, sejak komunikasi Anda dengan buah hati berjalan dua arah, baiknya Anda
telah memberikan pendidikan seks pada anak.
Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Alasan tabu harus
disingkirkan jauh-jauh. Tapi, mengajarkan pendidikan seks pada anak harus
diberikan agar mereka tidak salah mendapatkan informasi.
"Pola asuh di Indonesia itu tidak ada pendidikan seks. Padahal, pendidikan
seks untuk anak itu sangat penting. Kalau remaja melihat film seks, karena
minimnya pendidikan seks waktu kecil. Karena di usianya yang belum cukup,
mestinya dia tidak melihat tontonan tersebut. Namun ada gejolak yang
meledak-ledak. Kalau tidak terkendali itu akan jadi hal-hal negatif, seperti
pemerkosaan, seks pranikah, ini karena minimnya pendidikan seks sejak
kecil," kata psikolog anak Sani B Hermawan Psi, saat seminar
"Orangtua Gali Potensi Anak pada Golden Age" di UpperRoom, Annex
Building, Jakarta Pusat, Kamis (22/7/2010).
Dengan mengajarkan pendidikan seks sedini mungkin, menghindarkan anak dari
risiko negatif perilaku seksual. Karena dengan sendirinya, anak akan tahu
mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya jika dilakukan tanpa mematuhi aturan
hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan mental seseorang.
Dengan adanya arus yang tak terbendung membawa pengaruh positif dan negatif
bagi buah hati. Adanya kasus pelecehan atau kekerasan atau manipulasi seks pada
anak juga kian meningkat, sehingga hubungan seks pranikah atau manipulasi seks
pada anak pun semakin meningkat. Bahkan, banyaknya kasus aborsi di kalangan
remaja menjadi salah satu masalah yang kian kompleks di masa seperti ini.
Tak hanya itu saja, meningkatnya penderita HIV dan penyakit menular seksual
lainnya juga terus membuat orangtua harus semakin aware dengan pendidikan seks.
"Educated people tidak menjamin moralnya educated. Ini karena minimnya dialog
pendidikan seks pada anak. Nah, untuk mengetahui pendidikan seks pada anak,
orangtua bisa melihat dari majalah atau media yang membahas
pertanyaan-pertanyaan ini secara gamblang," imbuh wanita berpenutup kepala
itu.
Lebih lanjut, Sani memaparkan, pendidikan seks bukan memberikan pengetahuan
untuk berhubungan seksual. Pendidikan ini bisa diberikan dimulai sejak anak
dapat berdialog dua arah dengan orangtuanya. "Jadi sekitar usia 2-3 tahun
sudah bisa," saran Sani.
Pendidikan seks tidak hanya terbatas pada pemahaman organ seksual serta
fungsinya saja. Pendidikan seks didefinisikan sebagai pemahaman mengenai
anatomi tubuh agar dapat dilanjutkan pada reproduksi seksual dan peran yang
harus dijalankan.
"Pendidikan seks diberikan sebagai upaya pengajaran, penyadaran, dan
pemberian informasi tentang masalah seksual dengan menanamkan moral, etika,
komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan. Pendidikan seks juga
merupakan cikal bakal pendidikan berkeluarga," tandasnya.
Pendidikan seks, ujar Sani, bisa dilakukan dengan cara yang sederhana. Yaitu
dengan memberikan pengetahuan yang sebenar-benarnya mengenai organ intim
manusia.
"Di usia preschool, orangtua bisa kasih tahu mengenai fungsi vagina dan
penis. Yaitu untuk mengeluarkan cairan pembuangan berupa urine," tuturnya.
Lalu, saat anak Sekolah Dasar, Anda dapat mengajarkan bagaimana cara
membersihkannya. "Anda juga harus kasih tahu dampaknya yang akan terjadi
kalau anak tidak membersihkan area genitalnya," kata Sani.
Sani menuturkan, di usia remaja, pengetahuan seks amat penting diberikan pada
anak. "Usia ini masa-masa mengalami pubertas. Jadi aspek psikologisnya
harus dikasih tahu, jangan learning by doing," imbuhnya.
Pendidikan seks pun tetap akan berlanjut sampai anak pranikah. Orangtua, saran
Sani, dapat memberikan pengetahuan mengenai bagaimana menjalani seks yang aman
dan sehat.
SEPERTI halnya pendidikan seks di rumah yang menjadi tanggung jawab
orangtua, pendidikan seks di sekolah yang menjadi tanggung jawab para guru
juga sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi kalau kita tidak ingin
menyaksikan akibat lebih buruk lagi. Membiarkan situasi seperti sekarang yang
berkaitan dengan seksualitas, sama saja dengan membiarkan bangsa ini menjadi
semakin tidak berkualitas.
Pendidikan seks di sekolah memerlukan pedoman atau kurikulum dan harus
diberikan oleh guru yang telah dipersiapkan. Hal penting yang perlu diketahui,
menurut Prof. Wimpie, ialah bahwa pendidikan seks bukanlah pendidikan biologi,
bukan juga pendidikan agama atau budi pekerti.
Pedoman atau kurikulum pendidikan seks dapat disusun berdasarkan kurikulum
standar yang telah diterapkan di beberapa negara maju, dengan modifikasi
berdasarkan pengalaman profesional menghadapi kenyataan yang ada di masyarakat,
yang tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sosiokultur.
Modifikasi inilah yang justru melengkapi kurikulum, sehingga dapat menjawab
berbagai masalah seksual yang ada di masyarakat. Pendidikan seks dapat
diberikan dalam bentuk pelajaran, bahan bacaan, diskusi kelompok, konseling
pribadi, maupun pertemuan dengan anak dan orangtua.
Guru yang diharapkan dapat memberikan pendidikan seks di sekolah harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
- Memiliki kepribadian yang matang.
- Memiliki cukup pengetahuan tentang seksualitas, khususnya yang berkaitan dengan materi pendidikan seks.
- Tidak menyampaikan informasi tentang seks yang tidak ilmiah, seperti yang didasarkan kepada mitos, perasaan, anggapan pribadi, atau pengalaman pribadi.
- Tidak mengalami hambatan sosiokultur ketika harus berbicara tentang seksualitas.
- Dapat berkomunikasi dengan baik tanpa menimbulkan kesan seksualitas adalah sesuatu yang tidak layak dibicarakan, apalagi dianggap cabul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar